Jumat, 25 Desember 2009

SELAMAT TAHUN BARU HIJRIYAH 1431 H

KAMI SEGENAP DEWAN KOMISARIS, DEWAN DIREKSI DAN SELURUH KARYAWAN KARYAWATI PT. BPR "ARTHA JAYA MANDIRI " TASIKMALAYA MENGUCAPKAN SELAMAT TAHUN BARU HIJRIYAH 1431 H DAN SEMOGA DENGAN DATANGNYA TAHUN BARU HIJRIYAH, KITA SEMUA DALAM LINDUNGAN ALLOH SWT DAN USAHA KITA TERUS BERKEMBANG SERTA KEHIDUPAN KITA LEBIH BAIK DARI TAHUN KEMARIN. AMIIN.

Rabu, 23 Desember 2009

PENGAWASAN BPR PERLU DIPERKETAT

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) meminta Bank Indonesia memperketat pengawasan kinerja BPR menyusul meningkatnya jumlah penutupan lembaga itu, sehingga menyedot dana premi penjaminan sebagai ganti rugi.

Hingga pertengahan Agustus 2008, tercatat sebanyak 14 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang dibubarkan dan dan menyedot dana premi LPS sebesar Rp65 miliar untuk mengganti dana masyarakat yang ditaruh pada lembaga tersebut. Angka itu kemungkinan masih bertambah karena ada satu BPR yang masih diverifikasi.

Ketua Dewan Komisioner LPS Rudjito mencurigai adanya upaya sejumlah oknum untuk merugikan usahanya agar mendapatkan santunan ganti rugi dari lembaga penjaminan karena merasa telah membayarkan premi.

“Untuk itu perlu pengawasan secara ketat dari BI mengenai kinerja BPR, agar tidak gulung tikar dan merugikan masyarakat,”ujarnya di sela-sela seminar Kenaikan Suku Bunga di Tengah Ekses Likuiditas di Jakarta, kemarin.

Di samping itu, paparnya, bank sentral juga perlu memperluas proses sertifikasi BPR agar lembaga tersebut lebih kredibel dan berkualitas dalam melakukan transaksi bisnis, sehingga bisa berdaya saing dengan industri keuangan lainnya.
Menurut dia, tidak semua BPR berperilaku menyimpang. Hal itu, lanjutnya, hanya dilakukan segelintir oknum yang ingin mendapatkan keuntungan sesaat. ”Justru itu nanti akan merugikan semua lembaga BPR, karena sebenarnya itu dilakukan beberapa oknum saja.”

Dia melihat kondisi BPR saat ini masih sangat rentan karena oleh persoalan sumber daya manusia. ”Kalau kami lihat di BPR-BPR tadi kegagalan lebih disebabkan moral hazard,”katanya.

Berdasarkan data Bank Indonesia, hingga Juni 2008 jumlah BPR sebanyak 1.790 unit atau berkurang 21 unit dibandingkan dengan bulan sebelumnya akibat konsolidasi yang dilakukan melalui merger. Selain itu, ada juga yang gulung tikar.

Maraknya BPR yang gulung tikar dimulai pada akhir tahun lalu. Pada kuartal pertama tahun ini, LPS memverifikasi sembilan BPR yang gulung tikar dan mengucurkan dana sebesar Rp45,91 miliar untuk menutupi dana masyarakat.
Ganti rugi meningkat
Namun, pada kuartal kedua jumlah itu bertambah menjadi 14 BPR, sehingga dana ganti rugi yang harus dikucurkan LPS meningkat menjadi Rp65 miliar.

”Soalnya terkadang mereka [BPR] memberikan bunga tabungan melebihi bunga penjaminan, sehingga tidak bisa diganti. Saat ini sekitar 10%-15% yang tidak kami ganti dari 14 BPR yang gagal bayar itu, karena bunga dananya lebih besar dari penjaminan LPS,” paparnya.

BPR masuk dalam lembaga bank yang harus menyetorkan premi sebesar 0,2% per tahun sebagai penjaminan apabila lembaga tersebut gulung tikar. Hingga paruh pertama tahun ini pengumpulan premi dari LPS lebih dari Rp7 triliun.

MENYELAMATKAN BPR

Hingga tahun 2008 BI telah menutup 13 Bank Perkreditan Rakyat, BPR. Ini sungguh angka yang tinggi untuk ukuran bisnis perbankan. Ini sungguh angka yang mencemaskan rasa keamanan publik. Untuk menyebut angka kecelakaan pesawat sabagai tinggi, tak perlu harus menungu ada pesawat jatuh setiap hari. Bisnis penerbangan sama dengan bisnis keuangan, keduanya adalah jenis bisnis yang mutlak harus presisi. Tingkat keselamatannya harus demikian tinggi. Tak ada orang naik pesawat yang ingin jatuh. Tak ada orang menabung yang ingin bangkrut. Untuk itulah mereka pergi ke bank, bukan ke bursa saham atau mengikuti arisan berantai.

Bank Perkreditan Rakyat... mari kita melihat kedudukan bank ini. Inilah lembaga keuangan yang amat penting kedudukannya bagi sektor riil. Mudah, murah, cepat, itulah keunggulannya. Tak terkira peran bank ini bagi mobilitas ekonomi rakyat. Kemudahannya, kemurahanya, kecepatannya itulah keunggulan BPR. Tetapi apa-apa yang disebut unggul itu, akan menjadi percuma jika BPR akhirnya menjadi duplikator kesalahan para patron mereka, bank-bank besar yang nakal itu.

Kita ingat, deregulasi sekitar dua dedake lalu, telah menimbulkan euforia yang dramatik. Bank-bank bermunculan dengan begitu mencengangkan. Mudahnya mendirikan bank semudah parta-partai membangun posko-poskonya. Semudah itu berdirinya, semudah itu pula kejatuhannya. Dan sumber kejatuhan itu satu saja ternyata: moralitas. Ada bank yan didirikan cuma untuk menggangsir uang pemerintah, menyalurkannya untuk perusahaan pribadi pendirinya, lalu memacetkannya. Setelah macet, dengan gunungan hutang, para pengemplang itu tinggal hengkang keluar negeri. Malah ada pula yang hingga masuk ke liang lahat sambil berstatus buron dan pengemplang.

Ada jenis BPR, dalam ukuran yang berbeda, sering meniru-niru kesalahan ini. Ada direktur BPR yang mencairkan deposito nasabahnya sendiri. Ada BPR yang harus ditutup karena penggelapan uang nasbah. Ada BPR yang memberi bunga terlalu tinggi sehingga menjadi masalah di kemudian hari. Persoalannya boleh bermacam-macam, tetapi satu saja sebetulnya pokoknya: ketidak jujuran dalam mengelola mandat-mandat publik.

Tetapi para banker memang tak pelrlu menjadi orang-orang suci, Mereka boleh menjadi pengusaha biasa yang jasanya berhak memperoleh keuntungan sewajarnya. Karena itulah ada Bank Indonesia sebagai pengawasnya, dan ada pula lembaga penjamin dana-dana publik ini. Jadi sesungguhnya, jika pengawasan itu berjalan, tak perlu ada BPR yang tutup, karena penyimpangan itu, tak perlu menjadi besar dan berkembang menjadi kehancuran. Jadi, jika di suatu negara masih banyak lembaga-lembaga pengemban mandat publik yang hancur, pengawasan pasti tidak sedang berjalan seperti yang digariskan.

MEMASYARAKATKAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

Memasyarakatkan Lembaga Keuangan Mikro
(Oleh: A. Luluk Widyawan, Pr)

Kemiskinan dan pengangguran masih banyak dijumpai di wilayah negara Indonesia. Harian Kompas 15/04/2006, melaporkan data tentang kemiskinan berupa pengangguran terbuka dan penduduk miskin sebagai berikut:

Tahun 2001
Pengangguran terbuka: 5,8 juta orang
Penduduk miskin: 38,7 juta orang

Tahun 2002
Pengangguran terbuka: 8 juta orang
Penduduk miskin: 37,9 juta orang

Tahun 2003
Pengangguran terbuka: 9,1 juta orang
Penduduk miskin: 38,4 juta orang

Tahun 2004
Pengangguran terbuka: 10,3 juta orang
Penduduk miskin: 37,3 juta orang



Fakta tentang kemiskinan dan pengangguran menunjukkan bahwa terdapat kebutuhan yang besar akan jasa keuangan (simpan-pinjam) di kalangan masyarakat yang berpenghasilan rendah/rumah tangga. Karena itu, ada kebutuhan untuk mempromosikan dan menggiatkan suatu program yaitu sistem simpan-pinjam bagi masyarakat Indonesia, khususnya bekerja sama dengan lembaga dan organisasi yang benar-benar bertujuan untuk mencapai kinerja yang tinggi. Bukan hanya itu, juga lembaga yang mampu menyajikan pelayanan yang berkualitas bagi rumah tangga dan masyarakat berpenghasilan rendah.

Dalam peta tentang keuangan yang beredar di pedesaan di Indonesia, diketahui bahwa sumber keuangan rumah tangga berasal dari lima asal. Ialah: arisan yang memberikan berupa kredit jangka pendek yang bersifat produktif dan konsumtif, kantor cabang bank pemerintah yang mengucurkan kredit jangka panjang dan pendek namun bersifat produktif, lembaga keungan mikro yang memberikan kredit jangka panjang dan pendek yang bersifat produktif, rentenir, pedagang, teman atau kerabat yang memberikan kredit jangka pendek baik produktif atau konsumtif serta dari tabungan pribadi.

Di antara sumber keuangan rumah tangga masyarakat, yang diminati untuk dijadikan sumber keuangan ialah Lembaga Perbankan, baik BPR maupun BRI Unit dengan jumlah peminjam sebanyak 5.428.637. Sementara peminjam yang meminjam dari Lembaga Non Perbankan, baik dari Koperasi Simpan Pinjam, Unit Simpan Pinjam, Pegadaian, Credit Union, Lembaga Keungan Masyarakat, Lembaga Dana dan Kredit Pedesaan jsutru jauh lebih besar, yakni sebanyak 10.394.713 peminjam. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia lebih tertarik mendapatkan pinjaman dari Lembaga keungan non formal.

Lembaga keungan non formal, pada dasarnya memiliki karakteristik yang berbeda dengan lembaga keuangan formal layaknya Perbankan. Jika peminjam mendatangi lembaga keuangan non formal, jelas modal sukar diperoleh dan organisasinya sifatnya layaknya sebuah keluarga. Selain itu, permodalannya bukan dari lembaga keuangan resmi, bantuan negara tidak ada, hubungan dengan masyarakat sifatnya saling menguntungkan dan berdasar sifat saling percaya.
Lain halnya jika peminjam mendatangi lembaga keuangan formal, yang jelas modalnya mudah diperoleh, organisasinya birokratis, permodalannya dari lembaga keuangan resmi, didukung oleh negara untuk kelangsungan usaha, serta hubungan dengan masyarakatnya satu arah untuk kepentingan sektor formal. Namun fakta berbicara bahwa masyarakat lebih banyak yang berminat mendapatkan sumber keuangan dari Lembaga keuangan non formal.


Lembaga Keuangan Mikro

Lembaga keuangan mikro ada untuk menolong masyarakat miskin / usaha kecil sehingga mereka mampu menolong dirinya sendiri. Dalam kerangka itu, keuangan mikro dimaksudkan memberikan dukungan yang akan memberdayakan berbagai kemampuan yang dimiliki masyarakat miskin / pengusaha kecil. Jadi keuangan mikro adalah penyediaan jasa-jasa keuangan kepada anggota masyarakat yang berpenghasilan rendah.

Umumnya mereka adalah orang yang tidak memiliki tanah sebagai aset, petani marginal atau penduduk kota yang bekerja di sektor informal. Jasa-jasa keuangan mikro dapat mencakup kegiatan simpan pinjam dan jasa-jasa lain seperti asuransi, pengiriman uang dan hak tanggungan atas tanah, pelayanan kesehatan dan masalah gender.

Cakupan dari keuangan mikro jelas terdapat dipedesaan dan kota besar di lapisan masyarakat pekerja sektor informal. Dari segi jumlah, orangnya lebih sedikit. Mereka umumnya adalah penduduk desa dengan beragam kegiatan mulai dari perdagangan, pertanian, perikanan, peternakan, kerajinan dan industri rumah tangga.

Dengan demikian, fungsi keuangan mikro pertama sebagai sarana memerangi kemiskinan (poverty elevation). Kedua, membangun manusia. Pembangunan yang tidak menyertai unsure manusia atau pembangunan sosial masyarakat akan senantiasa berakhir dengan dampak-dampak sosial yang harganya mungkin lebih mahal daripada pembangunan itu sendiri.

Sesuai dengan prinsip-prinsip perkreditan yang sehat, kredit mikro memiliki esensi yang sangat berbeda dengan kredit komersil, yaitu bahwa kredit mikro harus merupakan bagian dari suatu proses pemupukan dana jangka panjang yang disebut modal, bagi si peminjam. Prinsip ini mutlak menjadi landasan kebijakan pinjaman yang harus dikembangkan oleh setiap lembaga pembiayaan mikro. Sedangkan kemampuan pemupukan dana jangka panjang (capital formation) terganting pada kemampuan seseorang dalam mengelola dana pinjaman untuk usaha-usaha produktif, sehingga hasilnya bukan saja mampu mengembalikan pokok pinjaman dan bunga serta biaya-biaya lain, tapi si peminjam memiliki surplus yang akan menambah modal atau dana yang telah ia miliki.

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa usaha kecil dan mikro menghadapi sejumlah persoalan (internal dan eksternal), dimana keterbatasan modal menjadi salah satu persoalan. Di sisi lain, penelitian ini juga menggambarkan bahwa tidak seluruh kebutuhan permodalan usaha kecil dan mikro dapat disediakan oleh perbankan. Karena perbankan hanya dapat menyediakan sekitar 17-18 % dari kebutuhan usaha kecil dan mikro. Dengan kata lain, hampir sebagian besar kebutuhan modal usaha kecil dan mikro diperoleh dari sumber non perbankan, dari teman, keluarga, dan lembaga keuangan non bank. Hal tersebut disebabkan karena rendahnya aksesibilitas usaha kecil dan mikro kepada kredit perbankan, bukan karena tingginya suku bunga, tetapi lebih dominant disebabkan karena sistem dan prosedur perbankan serta pengertian penyediaan dana, yang sering menjadi pusat perdebatan.

Pelaku usaha kecil dan mikro sebenarnya sudah memiliki jaminan hukum. Menurut UU No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, dijelaskan bahwa usaha kecil merupakan kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan memenuhi criteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur, yaitu:

- memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000
- memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1.000.000.000
- milik warga negara Indonesia
- berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung maupun tak langsung dengan usaha menengah atau besar

Oleh karena itu, lembaga keuangan mikro dengan sendirinya menuntut pelakunya menjalankan manajemen secara professional, melakukan pendekatan dengan pengelolaan stakeholder, dikelola dengan prinsip usaha modern, dan tak ketinggalan mengacu pada prioritas pembangunan di daerah masing-masing, baik dari sisi wilayah, sektor maupun manusianya. Dengan prinsip utama, dari, oleh dan untuk masyarakat itu sendiri.


Memasyarakatkan Lembaga Keuangan Mikro

Salah satu pemberdayaan masyarakat dalam konteks kekuatan ekonomi nasional adalah dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan. Salah satu instrument strategis untuk memberdayakan usaha kecil adalah melalui keuangan mikro.

Akan tetapi, keuangan mikro memiliki beberapa kelemahan ialah mata rantai usaha tergantung dengan karakteristik pengusaha kecil, Beberapa kelemahan dan kegagalan yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

- kurang mampu menjalankan usaha
- lemah dalam pengelolaan
- cara hidup yang konsumtif
- cepat merasa puas dengan hasil yang diacapai
- sangat tergantung kepada fasilitas
- rendahnya profesionalisme
- kesadaran akan kualitas produksi masih rendah
- bersifat trial dan error
- masih percaya pada hal-hal yang bersifat tahyul


Dengan kondisi demikian, pada umumnya usaha kecil dan mikro membutuhkan dukungan banyak pihak. Dukungan tersebut sangat diharapkan berasal dari pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, lembaga keuangan, lembaga akademi maupun lembaga donor.

Dalam pengembangan keuangan mikro, diperlukan strategi-stategi dasar agar dapat berjalan sesuai dengan misinya. Beberapa statergi dasar yang mendesak untuk dilakukan, terutama oleh pemerinta ialah:

- memanfaatkan dan memantapkan lembaga keuangan mikro yang sudah ada, menumbuhkan lembaga keuangan mikro baru serta meingkatkan kemandirian dan profesionalisme lembaga keuangan mikro
- meningkatkan kesadara masyarakat tentang keuangan mikro ke seluruh segmentasi sasaran
- mengembangkan jaringan antar lembaga keuangan mikro dengan pihak terkait
-mengupayakan kemudahan bagi masyarakat miskin dalam mengakses modal dan pendampingan usaha ekonomi produktif.


Berhadapan dengan situasi ekonomi terpuruk karena banyaknya pengangguran dan penduduk miskin, lembaga keuangan mikro memiliki peran penting sebagai katalisator perbaikan kesejahteraan masyarakat. Keberadaan lembaga keuangan mikro niscaya memberdayakan masyarakat. Karena lewat lembaga keuangan mikro, terwujudlah tujuan pengembangan ekonomi yaitu perbaikan dan kesejahteraan manusia yang sering disebut sebagai pembangunan manusia atau pembangunan sosial, selain pertumbuhan ekonomi pada prioritas berikutnya (Ms. Nancy Birdsall, World Bank, 1993). Lembaga keuangan mikro dapat menjadi tempat penampung dan penyalur dana dan modal, membawa efek penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapat, pemercepat pembangunan tingkat desa, penggerak bisnis dan menyelamatkan usaha / kegiatan yang dilanda krisis.

ARTIKEL PERBANKAN NASIONAL

Krisis perbankan di Indonesia dewasa ini tergolong yang paling parah dan relatif termahal di dunia sepanjang abad lalu.Beban biaya restrukturisasi perbankan nasional yang ditanggung oleh perekonomian mencapai 47% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

DUA PENYEBAB UTAMA KEHANCURAN PERBANKAN INDONESIA YANG DIMULAI SAAT KRISIS EKONOMI 1997
o Terlalu longgarnya aturan perbankan,terutama sejak digulirkannya Paket Oktober 1988 (Pakto 88).Aturan ini memungkinkan langkah mendirikan bank begitu mudahnya,sehingga dalam waktu singkat,jumlah bank menjamur.
o Bank dan sektor real kian terintegrasi di dalam jalinan kepemilikan seseorang atau sekelompok orang yang sama.Keadaan ini sebenarnya tidak membawa dampak yang terlalu negatif seandainya aturan main ditegakkan.Keadaannya semakin parah mengingat praktik-praktik bisnis dinaungi oleh suatu sistem politik tertutup yang otoriter dan korup. Maka,tatkala terjadi guncangan pada sendi-sendi politik otomatis bangunan usaha,termasuk perbankan,juga turut oleng.
ANALISIS KONDISI PERBANKAN NASIONAL TAHUN 2009

Selama periode Februari-Juni 2008 laju pertumbuhan kredit bulanan tercatat sebesar hampir 4 persen, angka ini menurun menjadi hanya sekitar 2 persen pada periode Juli-Desember 2008.
Memasuki 2009, pertumbuhan kredit minus 2,1 persen. Turunnya tingkat pertumbuhan hampir bisa dipastikan juga akan turut mengerek naik jumlah kredit bermasalah (NPL).

Penyebab dari melemahnya pertumbuhan kredit adalah seretnya likuiditas. Satu hal yang antara lain diindikasikan dari berkurangnya lebih dari dua kali lipat ekses likuiditas perekonomian yang disimpan dalam Sertifikat Bank Indonesia (SBI), fasilitas BI, dan fine tuning operation (FTO).

Beberapa pekan terakhir, likuiditas perekonomian memang sedikit tertolong oleh suntikan devisa dari negara-negara yang melakukan billateral swap agreement dengan Indonesia seperti Cina. Tambahan dana sebesar 12 miliar dolar AS juga rencananya akan dihasilkan bila komitmen ASEAN Plus 3 bisa segera direalisasikan. Berbagai suntikan devisa ini akan secara langsung mengurangi tekanan terhadap likuiditas domestik melalui mekanisme uang inti. Selain, suntikan dari luar, arus lalu lintas likuditas domestik juga agaknya banyak terbantu oleh pesta demokrasi Pemilu yang kini tengah hinggar bingar dirayakan.

Sayang, aliran likuiditas yang bertambah tidak serta merta bisa diterjemahkan dalam ekspansi kredit. Persoalannya, krisis global juga menyebabkan semakin akutnya segmentasi pasar perbankan domestik, yang menyebabkan suku bunga kredit komersial sulit turun (Baca: Deviasi BI Rate dan Suku Bunga Kredit).

Berbagai upaya terobosan yang diupayakan BI untuk mengatasi masalah ini, termasuk upaya penciptaan satu pooling fund, belum tanda-tanda menggembirakan. Bank masih saling enggan untuk meminjamkan dananya, karena profil risiko masing-masing yang belum sepenuhnya transparan. Solusi komprehensif segmentasi pasar perbankan ini agaknya harus menunggu sedikit lagi, hingga sah diundangkannya RUU Jaringan Pengaman Sistem Keuangan yang sampai saat ini masih berada di DPR.

Dengan berbagai masalah yang ada, tidak mengherankan bila laju pertumbuhan kredit sepnajang 2009 secara kumulatif bakal melambat di kisaran 15 persen persen. Begitu pula dengan perkiraan laju dana pihak ketiga yang hanya sebesar 11 persen.

Namun, sampai sejauh ini, perlambatan pertumbuhan kredit dan pemburukkan NPL tidak berdampak secara serius pada fundamental sistem perbankan domestik secara keseluruhan. Secara rata-rata, perbankan domestik masih memiliki rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio ––CAR) yang lebih dari cukup, sebesar 17 persen. Angka ini jauh di atas angka minimal sebesar 8 persen. Bantalan modal yang besar ini memungkinkan perbankan domestik untuk menyerap berbagai risiko yang mungkin timbul selama 2009. Pada awal 2009, tingkat NPL juga masih relatif terkendali di bawah 5 persen, meski sedikit meningkat dari angka 4 persen pada akhir 2008.

Fundamental perbankan yang baik ini merupakan modal yang sangat bernilai untuk mengarungi 2009. Tentu, pada tataran operasional perbankan, perlu ada upaya lebih untuk memperbaiki kinerja efisiensi ––yang saat ini masih tergolong cukup rendah dimana rasio BOPO masih sebesar 80an–– serta manajemen resiko dari masing-masing bank. Sebab dari pengalaman mutakhir yang ada, dalam kasus bank Indover dan Century, runtuhnya suatu bank kerap disebabkan oleh manajemen resiko yang amburadul bahkan kriminal.

Secara bersamaan, upaya perbaikan di skala mikro ini perlu dibarengi oleh upaya di tataran makro berupa konsolidasi perbankan. Konsolidasi yang kerap dilakukan melalui merger selain mengurangi keakutan problem segmentasi pasar perbankan, juga akan mengurangi beban pengawasan otoritas moneter.

Upaya lain pada tataran makro yang perlu terus dilanjutkan bahkan diperkuat adalah kebijakan tata kelola yang berhatihati (prudential regulation), termasuk dalam hal transaksi derivatif dan valuta asing yang sudah diterapkan. Kebijakan dari BI ini adalah salah satu yang telah menyelamatkan perbankan nasional hingga saat ini, sehingga perlu untuk diteruskan dan jangan justru dilonggarkan.

Di samping perbaikan manajemen resiko dan tata kelola bank, ada baiknya BI juga memberikan arahan sektoral bagi ekspansi kredit sebagai satu petunjuk operasional perbankan. Guidance ini tentunya harus bersifat spesifik dan berbeda pada masing-masing daerah. Pada titik ini, kantor-kantor BI yang tersebar di hampir seluruh pelosok nusantara harus difungsionalisasikan sebagai ujung tombang dalam memberikan arah sektoral yang bersifat lokal.

Eksistensi perbankan Indonesia akan sangat dipengaruhi oleh kemampuannya membaca perubahan-perubahan di lingkungan eksternalnya, baik pada lingkup nasional maupun internasional.Perbahan-perubahan yang penting untuk dicermati adalah :
o Perubahan struktur dan karakter perekonomian nasional sebagai akibat dari perubahan struktur insentif pasca-krisis.
o penerapan otonomi daerah.
o fenomena globalisasi dan regionalisasi.

Selasa, 22 Desember 2009

MODAL DISETOR

ALHAMDULLILLAH PADA TANGGAL 30 NOPEMBER 2009, MODAL DISETOR PT. BPR " ARTHA JAYA MANDIRI " BERTAMBAH MENJADI Rp. 700.000.000,- (Tujuh Ratus Juta Rupia). Kami segenap Direksi dan karyawan mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada pemegang saham yang telah peduli dan selalu ingin memajukan PT. BPR "ARTHA JAYA MANDIRI".

Senin, 21 Desember 2009

PERTANYAAN, SARAN DAN KOMENTAR

ANDA MEMPUNYAI PERTANYAAN, SARAN, DAN KOMENTAR UNTUK KEMAJUAN
PT. BPR “ARTHA JAYA MANDIRI “ SILAHKAN HUBUNGI :


1. COSTUMER SERVICE KAMI

2. EMAIL : bpr_ajm@yahoo.com

3. BLOGGER : www.bprajm.blogspot.com

4. FACEBOOK : Bpr Ajm

TERIMA KASIH ATAS PARTISIPASI ANDA DAN SEMOGA
PT. BPR “ ARTHA JAYA MANDIRI “
SELALU MEMBERIKAN YANG TERBAIK BAGI ANDA.


$$$$$ USAHA ANDA LANCAR KAMIPUN SENANG $$$$$